Perbedaan prinsipil antara Commanditaire Vennootschap (“CV”) dengan Perseroan Terbatas (“PT”) adalah pada status badan hukumnya. CV merupakan persekutuan yang tidak berbadan hukum dan tanggung jawab dari para sekutu pengurus adalah sampai kepada harta pribadinya. Berbeda dengan PT yang merupakan perseoran berbadan hukum dan tanggung jawabnya terbatas.
Perubahan CV menjadi PT berarti akan mengubah status perusahaan yang awalnya tidak berbadan hukum menjadi badan hukum. Untuk itu terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan dan disesuaikan agar dapat memperoleh status badan hukum sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”).
-
Menyelesaikan terlebih dahulu perikatan yang telah terjadi antara para pengurus CV dengan pihak ketiga.
-
Menyesuaikan anggaran dasar (“AD”) CV. Hal ini karena pada AD CV tidak ada ketentuan mengenai modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor. Sedangkan untuk menjadi PT harus memenuhi ketentuan mengenai modal dasar PT, Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2016 tentang Perubahan Modal Dasar Perseroan Terbatas (“PP 29/2016”) mengatur bahwa modal dasar PT harus dituangkan dalam AD yang dimuat dalam akta pendirian PT. Besaran modal dasar PT ini ditentukan berdasarkan kesepakatan para pendiri PT.
Selanjutnya 25% dari modal dasar harus ditempatkan dan disetor penuh. Dengan demikian, AD CV harus disesuaikan dengan ketentuan tersebut.
- Membuat akta pendirian (akta notaris) yang memuat AD dan keterangan lain berkaitan dengan pendirian PT. Keterangan lain memuat sekurang-kurangnya:
-
nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, dan kewarganegaraan pendiri perseorangan, atau nama, tempat kedudukan dan alamat lengkap serta nomor dan tanggal Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum dari pendiri Perseroan;
-
nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, kewarganegaraan anggota Direksi dan Dewan Komisaris yang pertama kali diangkat;
-
nama pemegang saham yang telah mengambil bagian saham, rincian jumlah saham, dan nilai nominal saham yang telah ditempatkan dan disetor.
4. Para pendiri bersama-sama mengajukan permohonan pengesahan badan hukum melalui jasa teknologi informasi sistem administrasi badan hukum secara elektronik kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (“Menteri”) dengan mengisi format isian yang memuat sekurang-kurangnya:
-
nama dan tempat kedudukan Perseroan;
-
jangka waktu berdirinya Perseroan;
-
maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan;
-
jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor;
-
alamat lengkap Perseroan.
5. Pengisian format isian sebagaimana dimaksud di atas harus didahului dengan pengajuan nama Perseroan. Hal ini juga diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 4 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar Serta Penyampaian Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar dan Perubahan Data Perseroan Terbatas (“Permenkumham 4/2014”) sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 4 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar Serta Penyampaian Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar dan Perubahan Data Perseroan Terbatas (“Permenkumham 1/2016”) yang menyebutkan bahwa sebelum melakukan permohonan pengesahan badan hukum PT, yang harus dilakukan terlebih dahulu adalah pengajuan nama Perseroan.
6. Setelah dilakukan pengesahan, Menteri akan melakukan pendaftaran PT.[7] Pendaftaran perusahaan ini menjadi kewajiban bagi setiap perusahaan yang dijalankan di Indonesia, termasuk namun tidak terbatas bagi usaha-usaha baik berbentuk PT, Koperasi, CV, Firma maupun usaha perorangan. Demikian ketentuan yang diatur dalam Pasal 7 jo. Pasal 8 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan (“UU WDP”).
7. Pengumuman di Tambahan Berita Negara RI oleh Menteri.[8]
-